Jakarta, ppippat.org, Ketua Umum PP IPPAT Dr. Hapendi Harahap, SH., Sp.N., MH menghadiri Focus Discussion Group (FGD) dan memberikan sumbang pikir mengenai Pengaturan Keabsahan Dokumen Elektronik dan Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik” yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Hukum Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) di hotel JS Luwansa, di Jakarta Selatan Kamis, 10 Agustus 2023.
Ketum IPPAT Hapendi Harahap menyatakan di era digitalisasi, tranformasi pendaftaran tanah secara digital adalah keniscayaan. Karena itu PP IPPAT mendukung Kementerian ATR BPN dalam mewujudkan digitalisasi pendaftaran tanah.
“Digitalisasi pendaftaran tanah adalah bagian dari mewujudkan pelayanan pertanahan modern, khususnya dalam menghadapi transformasi layanan berbasis digital elektronik”, kata Hapendi.
Lebih lanjut Hapendi menambahkan setelah sistem pendaftaran tanah secara elektronik terlaksana, Kementerian ATR BPN akan menerapkan sertipikat elektronik. Sesuai informasi dari Kementerian tahap awal diterbitkan sertipikat yang dimiliki pemerintah, seperti BUMD maupun BUMN. Jika sertipikat elektronik ini sudah berjalan, pada saatnya nanti juga diberlakukan akta elektronik
“PP IPPAT akan mengawal pengaturan akta elektronik yang akan diberlakukan baik pengaturan dari sisi hukum pertanahan, teknologi informatika bahkan sisi hukum acaranya”, kata Hapendi Harahap.
Ketua Umum IPPAT menyoroti tiga hal terkait dengan penerapan akta elektronik tersebut. Pertama adalah memperhatikan aspek Subjek Hukumnya, yaitu Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA), validitas identitas para pihak dan pemilik Tanda Tangan Elektronik (TTE).
Selanjutnya siapa yang menyelenggarakan Tanda Tangan Elektronik (TTE) tersebut, apakah pemerintah atau swasta dan bagaimana keamanannya.
“Fokusnya datanya harus valid dan kepemilikan datanya harus benar”, kata Hapendi.
Yang kedua, objek perjanjiannya dengan keamanan data yang dipakai harus terjamin.
Sedangkan ketiga adalah output dari produk akta elektronik tersebut.
“Menjadi perhatian bagaimana keamanan perjalanan AJB dari Kantor PPAT ke Pangkalan Data BPN, mengingat Internet tidak dibangun untuk menjamin keamanan data, sehingga bisa saja dalam perjalanan tersebut diretas saat penyampaian akta ke BPN”, jelas Hapendi.
Sementara itu Dekan FH UI Dr Parulian Pardi Aritonang, SH., LLM, M.PP Parulin, yang diwakili Dr Abdul Salam SH MH selaku Tim Peneliti untuk perubahan UU ITE saat membuka FGD ini menyatakan FGD digelar dalam rangka memberikan masukan kepada DPR RI dan Pemerintah RI terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2028 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik (ITE).
Lebih lanjut Abdul Salam menjelaskan eksosistem Teknolgi Informasi dan Komuniasi (TIK) di Indonesia sudah sangat jauh berbeda dengan dengan eksositem TIK pada saat UU ITE pertama kali diundangkan. Berdasar laporan Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APII), jumlah pendududk Indonesia yang menggunakan internet kurun waktu 2021-2022 mencapai 210 juta orang. Sedangkan penggunaan E-commerce di Indonesia hingga tahun 2024 diprediksi mencapai 189, 6 juta pengguna.
“Sektor keuangan dan perbankan paling banyak melahirkan inovasi layanan digital yang membuat masyarakat semakin terbiasa bertransaksi secara elektronik. Sedangkan di lingkup pemerintahan telah diterapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik atau e-government mulai dari e-budgeting, e-procurement, e-audit, e-catalog hingga cash flow management system”, kata Abdul Salam.
Dimasa mendatang intesitas masyarakat Indonesia dalam melakukan transaksi elektronik kemungkinan akan tinggi sehingga potensi sengketa yang berkaitan dengan sistem elektronik, agen elektronik, kontrak elektronik, dokumen elektronik, data elektronik dan informasi elektronik juga banyak.
“Di negara maju, landasan hukum berkaitan dengan keberadaan tanda tangan elektronik dan penyelenggaraan sertipikat elektronik telah mengalami perubahan, untuk menjawab tantangan masa depan tersebut. Di Uni Eropa diberlakukan pengaturan e-IDAS. Mencermati berbagai perkembangan ini, maka diskusi dal FGD menjadi penting”, kata Abdul Salam.
FGD dibuka oleh Dr Abdul Salam SH MH selaku Tim Peneliti untuk perubahan UU ITE, FGD dihadiri antara lain dari Ikatan Notaris Indonesia, KADIN, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, dan sejumlah penyelenggara sertifikat elektronik, seperti Peruri, Vida dan Privy.
Sementara ikut mendampingi Ketum IPPAT dalam FGD ini, Kabid Organisasi Dr. Bambang S Oyong, SH., Sp.N. MH, dan Kabid Perundang-undangan PP IPPAT Dr. Ely Baharini, SH., MH.
(Humas PP IPPAT)