PP IPPAT Menjawab Hambatan dan Implementasi Aturan Kepemilikan Properti Bagi WNA di Indonesia

Jakarta, ppippat.org. PP IPPAT menghadiri diskusi panel “Peluang Pasar Properti Indonesia dengan Relaksasi Aturan Kepemilikan Properti Untuk Orang Asing” di The Langham Hotel Jakarta di Jakarta, Selasa (15/5/2023).

Diskusi digelar untuk menjawab hambatan dari implementasi aturan mengenai Kepemilikan Properti Bagi WNA yang tinggal di Indonesia.

Hadir sebagai narasumber dalam diskusi panel tersebut Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN RI, Ir. Suyus Windayana, M.App., Sc., Ketum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia yang diwakili Ignesjz Kemalawarta, Ketum IPPAT yang diwakili Kabid Hukum dan Peraturan Perundang-undangan PP IPPAT Dr. Ely Baharini, SH., Sp N, MH, Directr Of Special Projects PropertyGuru Mr, Wiston Lee, dan Country Manager Rumah.com, Marina Novita.

Suyus Windayana menyatakan mendukung diskusi yang dinilainya sebagai upaya positif dalam memahami regulasi Kepemilikan Hunian Bagi Warga Negara Asing, sekaligus sosialiasi atas aturan baru mengenai kepemilikan hunian bagi WNA tersebut.

“Diskusi ini menjadi penting karena melibatkan pemangku kepentingan, praktisi dan ahli, pengembang properti dan organisasi profesi dalam memberikan sumbang pikir mengenai pelaksanaan dan hambatan regulasi kepemilikan hunian bagi orang asing yang tertuang dalam Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dan aturan pelaksana lainnya”, kata Suyus saat menjadi narasumber diskusi.

Ely Baharini yang hadir mewakili Ketum IPPAT menyatakan IPPAT memandang UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang secara tenis dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ATR BPN telah memberikan terobosan terhadap peningkatan ekonomi khususnya investasi di Indonesia.

Sebelumnya, aturan hanya memperbolehkan orang asing memiliki Hak Milik Satuan Rumah Susun jika bangunannya didirikan di atas tanah yang berstatus Hak Pakai milik negara. Namun kini aturan jauh lebih rileks, bahkan sudah mengizinkan asing untuk dapat membeli rumah tapak.

Dengan memberikan kesempatan kepada para investor dapat memiliki rumah tinggal atau hunian, memberikan dampak positif kepada WNA dalam melakukan usaha, bekerja, atau berinventasi di Indonesia. Namun demikian berdasarkan catatan IPPAT, kepemilikan property bagi WNA masih terjadi hambatan.

“Dalam praktiknya masih terdapat perbedaan persyaratan, khususnya yang berhubungan dengan birokrasi di instansi pemerintah. Sebagai contoh tentang dokumen keimigrasian apakah cukup dengan Paspor atau perlu tambahan dokumen lain”, kata Eli Baharini.

Ely menambahkan tugas dan kewenangan PPAT hanyalah terkait pembuatan akta otentik telah dilakukannya perbuatan hukum. Sesuai dengan PP 24 tahun 2016 junto PP 37 Tahun 1998, PPAT selaku Pejabat Umum diberi kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Oleh karena itu sepanjang Subyek dan Objeknya terpenuhi maka PPAT dapat membuatkan akta perbuatan hukum untuk WNA.

“Persoalannya adalah ketika akta perbuatan hukum tersebut akan didaftarkan, atau ketika subyek hukum tersebut akan membuka rekening, atau akan membayar Pajak, maka yang bersangkutan harus memenuhi ketentuan undang-undang lainnya yaitu UU Imigrasi, Peraturan OJK dan yang lainnya”, ungkap ely.

Menurut Ely hambatan dalam praktek kepemilikan hunian untuk WNA tersebut harus dicarikan solusi,

“Adanya pembaharuan regulasi ini tentu harus didukung oleh semua pemangku kepentingan supaya maksud dan tujuan pembentuk undang-undang (Pemerintah) dapat tercapai, yaitu dengan persamaan pemikiran terhadap kelengkapan jenis dokumen-dokumen yang dibutuhkan mulai dari permohonan pemilikan hunian sampai dengan pendaftaran menjadi nama pemohon yang memberi kepastian hukum”, pungkas Ely. (Humas PP IPPAT)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top